Kerajaan Mughal (Jalaludin Akbar dan Jodha Akbar)
Sebelum kita mengkaji lebih dalam siapa itu Sultan Jalaludin Muhammad,
alangkah lebih baiknya kita lebarkan sedikit pembahasan kita ke masa awal
penubuhan kerajaan terbesar di India, yaitu kerajaan Mughal, yang merupakan
sebuah kerajaan terbesar di India yang pernah menjadi saksi sejarah tentang
hidupnya seorang sultan kontroversial, karena kebijakannya untuk menikahi
seorang putri kerajaan Rajput beragama Hindu yang bernama Jodha.
Asal Mula Kerajaan Mughal
Asal Mula Kerajaan Mughal
Setelah Dinasti Abbasiyah runtuh karena di serang oleh
tentara mongol, umat islam masih memiliki tiga kekuatan besar yang menjadi
pusat perkembangan islam, yaitu Dinasti Utsmani di Turki, Dinasti Safawi di
Persia dan Dinasti Mughal di India. Kerajaan Mughal berdiri seperempat Abad
sesudah berdirinya kerajaan Safawi, jadi, diantara ke tiga kerajaan besar Islam
tersebut, kerajaan inilah yang termuda. Kerajaan Mughal merupakan salah
satu warisan peradaban Islam di India. Keberadaan kerajaan ini telah menjadi
motivasi kebangkitan baru bagi peradaban tua di anak benua India yang nyaris
tenggelam. Sebagaimana diketahui, India adalah suatu wilayah tempat tumbuh dan
berkembangnya peradaban Hindu. Dengan hadirnya Kerajaan Mughal, maka kejayaan
India dengan peradaban Hindunya yang nyaris tenggelam, kembali muncul.
Di kalangan masyarakat Arab, India dikenali sebagai
Sind atau Hind. Sebelum kedatangan Islam, India telah mempunyai hubungan
perdagangan dengan masyarakat Arab. Pada saat Islam hadir, hubungan perdagangan
antara India dan Arab masih diteruskan. Akhirnya India pun perlahan-lahan
bersentuhan dengan agama Islam. India yang sebelumnya berperadaban Hindu,
sekarang semakin kaya dengan peradaban yang dipengaruhi Islam. Oleh sebab itu
menjadi penting untuk menulis secara ringkas eksistensi Kerajaan Mughal di
India yang identik dengan Hindu.
1.
Zahirudin
Babur (1482 - 1530)
Kerajaan Mughal di India dengan Delhi
sebagai ibukota, didirikan oleh Zahirudin Babur (1482-1530
M), salah satu dari cucu Timur Lenk. Ayahnya bernama Umar Mirza, penguasa
Ferghana. Babur mewarisi daerah Ferghana dari orang tuanya ketika ia masih
berusia 11 tahun, ia berambisi dan bertekat akan menaklukkan Samarkand yang
menjadi kota penting di Asia Tengah pada masa itu. Pada mulanya, ia mengalami
kekalahan tetapi karena mendapat bantuan dari Raja Safawi, Ismail I akhirnya berhasil
menakukkan Samarkand tahun 1494 M. Pada tahun 1504 M, ia menduduki Kabul, ibu
kota Afghanistan.
Babur melanjutkan ekspansi ke India
yang saat itu diperintah oleh Ibrahim Lodi. Ketika itu pemerintahan dinasti
Lodi sedang mengalami krisis dan mulai melemah pertahanannya sehingga Babur
dengan mudah berhasil mengalahkannya. Dalam upaya menguasai wilayah India,
Babur berhasil menaklukkan Punjab tahun 1525. Kemudian pada tahun 1526 dalam
pertempuran di Panipat, Babur memperoleh kemenangan sehingga pasukannya
memasuki kota Delhi untuk menegakkan pemerintahan di kota ini. Dengan
ditegakkannya pemerintahan Babur di kota Delhi, maka berdirilah kerajaan Mughal
di India pada tahun 1526. Sudah tentu pihak musuh terutama dari kalangan Hindu
yang tidak menyetujui berdirinya kerajaan Mughal segera menysun kekuatan
gabungan. Namun Babur berhasil mengalahkan mereka dalam suatu pertempuran.
Sementara itu dinasti Lodi berusaha bangkit kembali menentang pemerintahan
Babur dengan pimpinan Muhammad Lodi. Pada pertempuran di dekat Gogra, Babur
dapat menumpas kekuatan Lodi pada tahun 1529. Setahun kemudian Babur meninggal
dunia.
Masa kepemimpinannnya digunakan untuk
membangun fondasi pemerintahan. Awal kepemimpinannya, Babur masih menghadapi
ancaman pihak-pihak musuh, utamanya dari kalangan Hindu yang tidak menyukai
berdirinya Kerajaan Mughal. Orang-orang Hindu ini segera menyusun kekuatan
gabungan, namun Babur berhasil mengalahkan mereka dalam suatu
pertempuran.
2.
Humayun (1530 - 1556)
Masa pemerintahan humayun diwarnai perang dan
pemberontakan. Pada sembilan tahun pertama kekuasaannya, Humayun antara lain
harus menghadapi pemberontakan Bahadur Syah dari Gujarat yang hendak memisahkan
diri dari Delhi. Pemberontakan ini bisa dipadamkan dan Bahadur melarikan diri.
Pada tahun 1540 M terjadi pertempuran dengan Sher Khan, seorang penguasa dari
Afghan, di Kanauj. Humayun mengalami kekalahan dan melarikan diri ke Kandahar,
dilanjutkan ke Persia.
Di Persia, Humayun diterima dan ditampung oleh Shah
Tahmasp dari Dinasti Safawi. Bahkan Sultan ini membantu Humayun untuk membangun
kembali kekuatan dan memberinya bantuan pasukan militer sebanyak 12 ribu
personil. saat Humayun menyerang Delhi pada tahun 1555 M. Serangan ini
berhasil dan Humayun kembali menguasai Delhi dan memerintah sampai satu tahun
berikutnya. Pada tahun 1556, Humayun meninggal dan tahtanya diwariskan kepada
anaknya, Jalaluddin Muhammad Akbar.
Pada masa pemerintahan Humayun ini tidak terjadi
perluasan wilayah Dinasi Mughal. Bahkan, sebagaimana disampaikan sebelumnya,
wilayah Dinasti ini berhasil direbut oleh Sher Khan dari Afghanistan.
Ketidakstabilan ini antara lain disebabkan oleh kerajaan yang diwariskan Babur,
usianya masih muda sehingga belum benar-benar stabil. Selain itu, terjadi
pembagian kekuasaan antara Humayun dan adik-adiknya karena Humayun dapat
wasiat dari Babur untuk memperlakukan adik-adiknya dengan kasih sayang.
3.
Akbar (1556
- 1605)
Nah, mulai dari sinilah kita mulai kajian kita
mengenai raja Jalaludin Akbar yang sangat kontroversional, saya akan
menjelaskan kisahnya secara gamblang, saya persilahkan kepada para pembaca
untuk bisa mengambil kesimpulan sendiri, beberapa hal yang sangat terlihat
menympang akan saya berikan tanda TEBAL. Masa
pemerintahan Akbar bisa dikatakan sebagai masa keemasan Dinasti Mughal. Pada
masa ini terjadi perluasan wilayah hingga ke Chundar, Ghond, Chitor, Rantabar,
Surat, Behar, Bengal, Kashmir, Orissa, Deccan, Gawilghard, Narhala, Alamghar, dan
Asirghar. Pemerintahannya bercorak militer. Bahkan pejabat sipilpun diberi
pangkat militer. Pemerintah daerah dipegang oleh seorang shipar jalar jenderal
atau kepala komandan dan sub-distrik oleh fauj dar (komandan).
Hal yang menarik diikuti adalah perubahan orientasi
pemikiran dan praktek kekuasaan Akbar yang terkait dengan agama. Pada masa awal
kekuasaannya, Akbar adalah seorang Muslim ortodoks yang takwa. Dia menunaikan
shalat lima waktu dalam berjamaah, sering melakukan adzan, dan kadangkala dia
sendiri yang membersihkan masjid. Dia sangat menghormati Makhdum-ul Mulk dan
Syekh Abdul Nabi, dua orang pejabat agama di istana. Bahkan dia menyerahkan
putranya, Pangeran Salim yang kelak akan menggantikannya dengan gelar Jahangir,
kepada Syekh Abdul Nabi untuk dididik. Bukti lainnya adalah penghormatan Akbar
kepada Khwaja Muinuddin, seorang sufi besar aliran Chistiyyah yang makamnya di
Ajmer merupakan objek penghormatan masyarakat. Akbar rutin mengunjungi makam tersebut.
Akbar kemudian membangun ibadat khana, rumah
ibadah yang digunakan untuk diskusi agama. Tapi justru dari ibadat
khana inilah kekecewaan Akbar terhadap para ulama ortodoks bermula.
Akbar kerap melihat perdebatan di antara para ulama yang saling memojokkan.
Masing-masing menganggap pendapatnyalah yang paling benar. Perdebatan ini juga
melibatkan dua pejabat keagamaan istana, yaitu Makhdum-ul Mulk dan Syekh Abdul
Nabi. Keduanya kerap terlibat perdebatan keras seputar masalah-masalah agama.
Kekecewaan Akbar memuncak terutama setelah Syekh Abdul Nabi sebagai sadr-ul
sudur menjatuhkan hukuman mati kepada seorang Brahmana yang didakwa
mengambil material untuk membangun masjid dan mencaci Nabi Muhammad SAW.
Akbar dan juga sebagian besar pejabat istana mengkritik vonis tersebut dan
menganggapnya terlalu berat.
Kekuasaan Akbar dalam memutuskan hal-hal yang terkait
dengan agama memang terbatas. Kekuasaan tersebut ada di tangan sadr-ul
sudur. Hal ini makin membuat Akbar gerah sehingga dia bercerita kepada
Syekh Mubarak, seorang ulama berpikiran bebas yang juga ayah dari Abu Fazl,
seorang penulis dan pejabat istana. Lalu Syekh Mubarak menyampaikan bahwa
menurut undang-undang Islam, jika ada pertikaian pendapat antara ahli hukum,
maka kepala pemerintahan berhak memilih salah satu pendapat. Lebih jauh,
Syekh Mubarak menyusun sebuah dokumen yang intinya pernyataan dukungan para
ulama kepada Akbar untuk mengambil keputusan dalam bidang agama asal demi
kepentingan bangsa dan sesuai beberapa ayat dalam Al-quran.
Dokumen ini kemudian menjadi faktor utama Akbar
memproklamirkan diri sebagai Imam Adil yang berhak memutus semua perkara
termasuk soal agama. Sayangnya Akbar melupakan dua syarat, yakni demi
kepentingan bangsa dan sesuai beberapa ayat dalam Al-quran, yang tercantum dalam
dokumen tersebut. Ibadat khana kemudian tidak hanya dihadiri
oleh ulama-ulama Islam tetapi juga pemuka agama Hindu, Syikh, bahkan misionaris
Kristen dari Goa. Kebijakan Akbar menjadi sangat toleran, bahkan dalam beberapa
hal menyudutkan kaum Muslim. Akbar memberlakukan semua warga negara sama tanpa
dipandang agamanya. Jizyah atau pajak perlindungan bagi
non-Muslim pun dihapuskan. Beberapa kebijakan lain dari Akbar adalah:
·
Memberikan
pelayanan dan pendidikan yang sama bagi masyarakat.
·
Membentuk
undang-undang perkawinan baru yang melarang kawin muda, poligami, dan menggalakkan
kawin campur antaragama.
·
Menghapuskan
pajak pertanian terutama bagi petani miskin.
·
Menghapuskan
tradisi perbudakan yang dihasilkan dari tawanan perang dan mengatur khitanan
anak-anak.
Pada perkembangan berikutnya, Akbar membuat sebuah
perkumpulan yang disebut Din-i-Illahi yang artinya kurang
lebih Agama Ketuhanan. Nama ini menurut versi Badauni. Sementara menurut Abu
Fazl, perkumpulan ini bernama Tauhid Illahi yang artinya
kurang lebih ketuhanan Yang Maha Esa. Ciri-ciri penting perkumpulan ini
adalah:
1.
Percaya pada
keesaan Tuhan.
2.
Akbar
sebagai khalifah Tuhan dan seorang padash (insan kamil)
sehingga terhindar dari kesalahan.
3.
Semua
pemimpin agama harus tunduk dan sujud kepada Akbar.
4.
Sebagai
manusia padash, ia pantang makan daging.
5.
Menghormati
api dan matahari sebagai simbol kehidupan.
6.
Hari Ahad
sebagai hari resmi ibadah.
7.
‘Assalamu
alaikum’ diganti ‘Allahu Akbar’ dan alaikum salam diganti ‘Jalla jalalah’.
Kaum ulama ortodoks bereaksi keras terhadap kebijakan
Akbar, terutama terkait dengan perkumpulan Din-i-Illahi yang
dibuatnya. Beberapa pemberontakan, yakni Bihar, Benggala, dan Kabul antara lain
juga dipicu oleh hal ini. Beberapa penulis/sejarawan, seperti Badauni dan
Smith, kemudian menganggap bahwa Akbar telah keluar dari agama Islam dan
mendirikan agama baru, yakni Din-i-Illahi. Namun beberapa sejarawan
menyampaikan bahwa Akbar masih Muslim berdasarkan kesaksian dari Abu Fazl,
Jahangir, dan Monseratte, seorang misionaris Kristen yang berupaya mengkonversi
Akbar. Adapun tentang Din-i-Illahi, menurut Umar Asasuddin Sokah,
hanya merupakan upaya Akbar untuk menyatukan umat berbagai agama di wilayah
kekuasaannya. Lebih jauh, Sokah menganalogikan Din-i-Illahi seperti
pancasila di negeri ini. Namun, bagi saya apa yang dilakukan oleh Akbar ini
sudah sangat jelas menyimpang dari ajaran Agama Islam yang sebenarnya, ia telah
mencampur adukan berbagai macam agama menjadi satu yang ia sebut sebagai Din-i-Illahi.
Disamping itu ia juga memerintahkan para pemimpin agama (setara Ulama)
untuk tunduk dan sujud kepadanya yang mana sekelas Rasulullah SAW pun saja
tidak pernah meminta umatnya untuk melakukan itu kepadanya. Tidak perduli
seberapa besar kekuasaannya dan seberapa dihormatinya seorang raja, apabila ia
telah keluar dari jalan Islam maka ia harus di peringatkan, apabila ia tetap
mengingkarinya maka ia wajib untuk di tinggalkan atau di perangi.
Perang pemikiran dan Kontroversi di dalam kisah Jodha Akbar
Nah, sebenarnya bagaimana kontroversi sejarah Jodha
dan Akbar ini? Berikut beberapa ulasan yang diulas dari berbagai sumber.Walau
film ini termasuk box office India, namun sebenarnya serial Jodha Akbar ini
merupakan sinema yang cukup kontroversial. Sejak pertama kali ditayangkan,
Jodha Akbar sudah diprotes banyak kalangan di negeri asalnya, salah satunya
adalah komunitas Shri Rajput Karni Sena (SRKS). Namun sayang, meski sudah
melakukan demo di sana-sini, serial ini tetap ditayangkan dan malah mendapatkan
rating yang cukup tinggi.
Hal inilah yang akhirnya membuat SRKS berang dan
kemudian menggelar demo ulang. Kalau sebelumnya mereka hanya berorasi, kali ini
demonstrasi yang mereka lakukan lebih ekstrim."Kami sudah berkali-kali
meminta kepada produser dan stasiun televisi untuk mengubah jalan cerita.
Bahkan Ekta Kapoor sudah beberapa kali berjanji akan mengubah apa yang kami
minta. Tapi, sampai detik ini, tidak ada yang berubah," ujar salah seorang
perwakilan dari SRKS.
Berdasarkan beberapa artikel, akurasi sejarah dalam
film Jodha Akbar memang patut dipertanyakan. Ada pendapat menyebutkan bahwa
banyak peristiwa yang digambarkan dalam film ini tidak didasarkan pada
peristiwa nyata. Kelompok Rajput misalnya mengklaim bahwa Jodhaa menikah bukan
dengan Akbar, tapi dengan putra Akbar, Jahangir.
Beberapa sejarawan mengklaim bahwa istri Akbar dari
Rajput tidak pernah dikenal sebagai "Jodha Bai" selama periode
Mughal. Menurut Profesor Shirin Moosvi, seorang sejarawan dari Aligarh
Muslim University, baik Akbarnama (Panggilan Akbar sebagaimana disebut
dalam biografinya), maupun teks sejarah dari periode merujuk padanya sebagai
Jodha Bai.
Moosvi mencatat bahwa nama " Jodha Bai
"pertama kali digunakan untuk merujuk kepada istri Akbar pada abad ke-18
dan ke-19 dalam tulisan-tulisan sejarah. Dalam Tuzk-e-Jahangiri, Jodha justru
dikenal sebagai Mariam Zamani.
Menurut sejarawan Imtiaz Ahmad, direktur Khuda
Baksh Oriental Public Library di Patna, nama "Jodha"
digunakan untuk istri Akbar untuk pertama kalinya oleh Letnan Kolonel James
Tod, dalam bukunya Annals and Antiquities of Rajasthan.
Menurut Ahmad, Tod bukan sejarawan profesional.
NR Farooqi mengklaim bahwa Jodha Bai bukan nama
permaisuri Akbar dari Rajput, tapi justru merupakan istri Jahangir putra Akbar.
4 Perang Pemikiran dalam film Jodha Akbar
1. Pernikahan beda Agama
Melalui kisah dan film ini fikiran
umat islam dibentuk untuk terbiasa menyaksikan pernikahan beda Agama. Padahal
dalam islam, laki-laki muslim hanya halal menikah dengan wanita muslimah dan
ahli kitab. Ahli kitab yang dimaksud ini adalah yahudi dan nasrani pun masih
diperselisihkan oleh para ulama, apakah yahudi dan nasrani pada zaman ini masih
tergolong sebagai ahli kitab.
Seperti diketahui, dalam film Jodha
Akbar, Raja Jalal yang berasal dari keturunan Muslim menikah dengan Jodha yang
beragama Hindu. Dan mereka berdualah tokoh utama dalam film tersebut, Jika pun
nantinya di akhir film tersebut Jodha masuk Islam, itu adalah persoalan lain.
2. Muslimah Jahat
Dalam film Jodha Akbar, Jodha tampil
sebagai seorang wanita yang lembut dan baik hati, sementara istri Raja Jalal
yang lain terutama Ratu Ruqayah tampil sebagi seorang muslimah yang pendendam.
Belum para wanita-wanita muslimah lainnya yang tak jauh dari intrik dan kesan
jahat.
Secara tak sadar, tampilan karakter
seperti ini bisa meracuni pemikiran penonton dengan hanya memasukan dua sosok
dalam perbandingan: Muslimah jahat dan non muslim baik hati.
3. Jilbab Syar'i tidak terpujI
Secara tampilan pakaian, perdana
mentri Maham Anga tampak paling Islami dengan balutan jubah putih dan berjilbab
menutup aurat. Namun, ia selalu memiliki karakter tak terpuji, licik, penuh
intrik, dan sangat jahat.
Dengan peran paradoks seperti itu,
pikiran penonton bisa terbentuk bahwa orang berjilbab hatinya jahat. Atau
setidaknya akan muncul kesimpulan perbandingan: Lebih baik tidak berjilbab tapi
hatinya baik daripada berjilbab tapi hatinya jahat.
4. Cerita Palsu Menyudutkan Islam
Walaupun ditulis sebagai cerita
fiktif di akhir film, banyak orang yang terpengaruh dan menganggap bahwa yang
teradi di film Jodha Akbar semuanya diangkat dari sejarah atau kisah nyata.
Padahal banyak cerita palsu di dalam film tersebut, meskipun kerajaan mughal
tidak sepenuhnya Islami, tetapi gambaran dalam film Jodha Akbar terlalu
menyudutkan Islam
Meskipun demikian penyimpangan yang
ada pada diri Raja Mughal Jalaludin Akbar dan juga Kontroversi sejarah tentang
Jodha Bei, harus kita akui bahwa kerajaan Mughal pernah memberikan
kontribusinya didalam menyebarkan Agama Islam di benua India, sekali lagi kita
harus bangga dengan Agama Islam yang telah membentuk umat manusia yang tadinya
berada didalam ke-jahiliyah-an menjadi maju selangkah demi selangkah,
menyinari dunia yang tadinya gelap gulita menjadi terang benderang.
"Mereka berkehendak
memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan- ucapan) mereka, dan Allah
tidak menghendaki selain menyempurnakan cahayaNya, walaupun orang-orang yang
kafir tidak menyukai. (QS. At-Taubah [9] : 32)"
PENINGGALAN KERAJAAN MUGHAL
Istana Merah Kerajaan Mughal
Pintu Masuk Jaipur
Benteng Agra
Taj Mahal
Komentar
Posting Komentar