Teori Belajar Sosial
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Albert Bandura sangat terkenal dengan teori
pembelajaran social (Social Learning Teory ) salah satu konsep dalam aliran
behaviorisme yang menekankan pada komponen kognitif dari fikiran, pemahaman dan
evaluasi. Ia seorang psikologi yang terkenal dengan teori belajar social atau
kognitif social serta efikasi diri. Eksperimen yang sangat terkenal adalah
eksperimen Bobo Doll yang menunjukkan anak – anak meniru seperti perilaku
agresif dari orang dewasa disekitarnya.
Teori kognitif sosial (social cognitive theory) yang dikemukakan oleh Albert
Bandura menyatakan bahwa faktor sosial dan kognitif serta factor pelaku memainkan
peran penting dalam
pembelajaran. Faktor
kognitif
berupa ekspektasi/ penerimaan siswa untukmeraih keberhasilan, factor social mencakup pengamatan siswa terhadap perilakuorangtuanya. Albert Bandura merupakan salah satu perancang teori
kognitif
social.
Menurut Bandura ketika siswa belajar mereka dapat merepresentasikan atau mentrasformasipengalaman mereka secara
kognitif. Bandura mengembangkan model deterministicresipkoral yang terdiri dari tiga faktor utama yaitu perilaku,
person/kognitif dan lingkungan.Faktor ini bisa saling berinteraksi dalam proses pembelajaran. Faktor lingkunganmempengaruhi perilaku,
perilaku mempengaruhi lingkungan, faktor person/kognitifmempengaruhi
perilaku. Faktor person Bandura tak punya kecenderungan kognitif terutamapembawaan personalitas dan temperamen. Faktor kognitif mencakup ekspektasi,keyakinan, strategi pemikiran dan kecerdasan.
Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peranan
penting. Faktor person (kognitif) yang dimaksud saat ini adalah self-efficasy atau efikasi
diri. Reivich
dan Shatté (2002) mendefinisikan efikasi diri sebagai keyakinan pada
kemampuan diri sendiri untuk menghadapi dan memecahkan masalah dengan efektif.
Efikasi diri juga berarti meyakini diri sendiri mampu berhasil dan sukses. Individu denganefikasi diri tinggi memiliki komitmen dalam memecahkan masalahnya dan tidak akanmenyerah ketika menemukan bahwa strategi yang sedang digunakan itu tidak berhasil.Menurut Bandura (1994), individu yang memiliki efikasi diri yang tinggi akan sangatmudah dalam menghadapi tantangan. Individu tidak merasa ragu karena ia memilikikepercayaan yang
penuh
dengan kemampuan
dirinya. Individu ini menurut Bandura (1994)akan cepat menghadapi masalah dan mampu
bangkit dari kegagalan yang ia alami.
Menurut Bandura proses mengamati dan meniru
perilaku dan sikap orang lain sebagai model merupakan tindakan belajar. Teori
Bandura menjelaskan perilaku manusia dalam konteks interaksi timbal balik yang
berkesinambungan antara kognitif, perilaku dan pengaruh lingkungan. Kondisi
lingkungan sekitar individu sangat berpengaruh pada pola belajar social jenis
ini. Contohnya, seseorang yang hidupnya dan dibesarkan di dalam lingkungan
judi, maka dia cenderung untuk memilih bermain judi, atau sebaliknya menganggap
bahwa judi itu adalah tidak baik.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa
yang dimaksud dengan teori pembelajaran sosial ?
1.2.2 Siapakah
tokoh pendukung teori pembelajaran sosial ?
1.2.3 Bagaimanakah
cara Peniruan(Imitasi) dalam teori belajar sosial ?
1.2.4 Apa
Saja Kelemahan dan Kelebihan Teori belajar sosial ?
1.2.5
Bagaimanakah Implikasi dan Aplikasi Teori Belajar Sosisal ?
1.3 Tujuan
1.3.1. Mengetahui
apakah yang dimaksud dengan teori pembelajaran sosial
1.3.2. Mengetahui
tokoh pendukung teori pembelajaran sosial
1.3.3. Mengetahui
cara imitasi dalam teori belajar sosial
1.3.4. Mengetahui
Kelemahan dan Kelebihan Teori belajar sosial
1.2.5
Mengetahui Implikasi dan Aplikasi Teori Belajar Sosial
BAB
II
PEMBAHASAN.
2.1 Teori Pembelajaran Sosial
Teori Pembelajaran Sosial merupakan perluasan dari
teori belajar perilaku yang tradisional (behavioristik)1. Teori
pembelajaran social ini dikembangkan oleh Albert Bandura (1986). Teori ini
menerima sebagian besar dari prinsip – prinsip teori – teori belajar perilaku,
tetapi memberikan lebih banyak penekanan pada kesan dan isyarat – isyarat
perubahan perilaku, dan pada proses – proses mental internal. Jadi dalam teori
pembelajaran social kita akan menggunakan penjelasan – penjelasan reinforcement
eksternal dan penjelasan – penjelasan kognitif internal untuk memahami
bagaimana belajar dari orang lain. Dalam pandangan belajar social “ manusia “
itu tidak didorong oleh kekuatan – kekuatan dari dalam dan juga tidak
dipengaruhi oleh stimulus – stimulus lingkungan.
Teori belajar social menekankan bahwa lingkungan –
lingkungan yang dihadapkan pada seseorang secara kebetulan ; lingkungan –
lingkungan itu kerap kali dipilih dan diubah oleh orang itu melalui perilakunya
sendiri. Menurut Bandura, sebagaimana dikutip oleh (Kard,S,1997:14) bahwa
“sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secara selektif dan
mengingat tingkah laku orang lain”. Inti dari pembelajaran social adalah
pemodelan (modelling), dan pemodelan ini merupakan salah satu langkah paling
penting dalam pembelajaran terpadu.
Ada dua jenis pembelajaran melalui pengamatan
,Pertama. Pembelajaran melalui pengamatan dapat terjadi melalui kondisi yang
dialami orang lain,Contohnya : seorang pelajar melihat temannya dipuji dan
ditegur oleh gurunya karena perbuatannya, maka ia kemudian meniru melakukan
perbuatan lain yang tujuannya sama ingin dipuji oleh gurunya. Kejadian ini
merupakan contoh dari penguatan melalui pujian yang dialami orang lain. Kedua,
pembelajaran melalui pengamatan meniru perilaku model meskipun model itu tidak
mendapatkan penguatan positif atau penguatan negatif saat mengamati itu sedang
memperhatikan model itu mendemonstrasikan sesuatu yang ingin dipelajari oleh
pengamat tersebut dan mengharapkan mendapat pujian atau penguatan apabila
menguasai secara tuntas apa yang dipelajari itu. Model tidak harus diperagakan
oleh seseorang secara langsung, tetapi kita dapat juga menggunakan seseorang pemeran
atau visualisasi tiruan sebagai model (Nur, M,1998.a:4).
Seperti pendekatan teori pembelajaran terhadap
kepribadian, teori pembelajaran social berdasarkan pada penjelasan yang
diutarakan oleh Bandura bahwa sebagian besar daripada tingkah laku manusia
adalah diperoleh dari dalam diri, dan prinsip pembelajaran sudah cukup untuk
menjelaskan bagaimana tingkah laku berkembang. Akan tetapi, teori – teori
sebelumnya kurang memberi perhatian pada konteks social dimana tingkah laku ini
muncul dan kurang memperhatikan bahwa banyak peristiwa pembelajaran terjadi
dengan perantaraan orang lain. Maksudnya, sewaktu melihat tingkah laku orang
lain, individu akan belajar meniru tingkah laku tersebut atau dalam hal
tertentu menjadikan orang lain sebagai model bagi dirinya.
2.2.Tokoh yang Mendukung
Teori pembelajaran sosial merupakan perluasan
dari teori belajar perilaku yang tradisional (behavioristik). Teori
pembelajaran sosial ini dikembangkan oleh Albert Bandura (1986). Teori ini
menerima sebagian besar dari prinsip-prinsip teori-teori belajar perilaku,
tetapi memberi lebih banyak penekanan pada kesan dari isyarat-isyarat pada
perilaku, dan pada proses-proses mental internal. Jadi dalam teori pembelajaran
sosial kita akan menggunakan penjelasan-penjelasan reinforcement eksternal dan
penjelasan-penjelasan kognitif internal untuk memahami bagaimana kita belajar
dari orang lain. Dalam pandangan belajar sosial “manusia” itu tidak didorong
oleh kekuatan-kekuatan dari dalam dan juga tidak “dipukul” oleh stimulus-stimulus
lingkungan.
Bersama Richard Wakters sebagai penulis
kedua, Bandura menulis Adolescent Aggression (1959) mengenai
suatu laporan terinci tentang sebuah studi lapangan dimana prinsip-prinsip
pembelajaranan sosial digunakan untuk menganalisis perkembangan kepribadian
sekelompok remaja lelaki delinkuen dari kelas menengah, disusuli dengan Sosial
Learning and personality development (1963), sebuah buku dimana beliau dan
Walters memaparkan prinsip-prinsip pembelajaran sosial yang telah mereka
perkembangkan beserta dengan eviden atau bukti yang menjadi asas bagi teori
tersebut. Pada tahun 1969, Bandura menerbitkan Principles of behavior
modification, dimana ia menguraikan penerapan teknik-teknik behavioral
berdasarkan prinsip-prinsip pembelajaranan dalam memodifikasikan tingkah laku
dan pada tahun 1973,”Aggression: A sosial learning analysis”.
Teori belajar sosial menekankan, bahawa
lingkungan-lingkungan yang dihadapkan pada seseorang secera kebetulan;
lingkungan-lingkungan itu kerap kali dipilih dan diubah oleh orang itu melalui
perilakunya sendiri. Menurut Bandura, sebagaimana yang dikutip oleh (Kardi, S.,
1997: 14) bahawa “sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secara
selektif dan mengingat tingkah laku orang lain”. Inti dari teori pembelajaran
sosial adalah pemodelan (modelling), dan permodelan ini merupakan salah satu
langkah paling penting dalam pembelajaran terpadu.
Ada dua jenis pembelajaran melalui pengamatan
(observational learning). Pertama, pembelajaran melalui pengamatan dapat
terjadi melalui kondisi yang dialami orang lain atauvicarious conditioning.
Contohnya, seorang pelajar melihat temannya dipuji atau ditegur oleh gurunya
kerana perbuatannya, maka ia kemudian meniru melakukan perbuatan lain yang
tujuannya sama ingin dipuji oleh gurunya. Kejadian ini merupakan contoh dari
penguatan melalui pujian yang dialami orang lain atau vicarious
reinforcement. Kedua, pembelajaran melalui pengamatan meniru perilaku suatu
model meskipun model itu tidak mendapatkan penguatan atau pelemahan pada saat
pengamat itu sedang memperhatikan model itu mendemonstrasikan sesuatu yang
ingin dipelajari oleh pengamat tersebut dan mengharapkan mendapat pujian atau
penguatan apabila menguasai secara tuntas apa yang dipelajari itu. Model tidak
harus diperagakan oleh seseorang secara langsung, tetapi kita dapat juga
menggunakan seseorang pemeran atau visualisasi tiruan sebagai model (Nur, M.
1998a:4).
Sama seperti pendekatan teori pembelajaranan
terhadap kepribadian, teori pembelajaran sosial berdasarkan pada hujah yang diutarakan
beliau bahawa sebahagian besar daripada tingkah laku manusia adalah sebahagian
daripada hasil pemerolehan, dan prinsip pembelajaranan sudah mencukupi untuk
menjelaskan bagaimana tingkah laku berkembang. Akan tetapi, teori-teori
sebelumnya kurang memberi perhatian pada konteks sosial dimana tingkah laku ini
muncul dan kurang memperihalkan fakta bahawa banyak peristiwa pembelajaranan
terjadi dengan perantaraan orang lain. Maksudnya, semasa melihat tingkah laku
orang lain, individu akan pembelajaran meniru tingkah laku tersebut atau dalam
hal tertentu menjadikan orang lain sebagai model bagi dirinya.
Disamping itu, dalam bukunya yang diterbitkan
pada 1941, Sosial learning and imitation, Miller dan Dollard telah mengakui
tentang peranan penting mengenai proses imitatif dalam perkembangan
keperibadian dan seterusnya menjelaskan beberapa jenis tingkah laku imitatif
tertentu. Walaupun begitu, hanya sedikit pakar lain yang meneliti keperibadian
individu cuba memasukan gejala pembelajaranan melalui pemerhatian ke dalam
teori-teori pembelajaranan mereka. Bandura juga memperluaskan analisis beliau
terhadap pembelajaranan melalui pemerhatian.
2.3 Peniruan ( Modeling )
Pada tahun 1941, dua orang ahli psikologi, yaitu Neil
Miller dan John Dollard dalam laporan hasil eksperimennya mengatakan bahwa
peniruan ( imitation ) merupakan hasil proses pembelajaran yang ditiru dari
orang lain. Proses belajar tersebut dinamakan “ social learning “ –
“pembelajaran social “ . Perilaku peniruan manusia terjadi karena manusia
merasa telah memperoleh tambahan ketika kita meniru orang lain, dan memperoleh
hukuman ketika kita tidak menirunya. Menurut Bandura, sebagian besar tingkah
laku manusia dipelajari melalui peniruan maupun penyajian, contoh tingkah laku
( modeling ). Dalam hal ini orang tua dan guru memainkan peranan penting
sebagai seorang model atau tokoh bagi anak – anak untuk menirukan tingkah laku
membaca.
Dua puluh tahun berikutnya ,” Albert Bandura dan
Richard Walters ( 1959, 1963 ) telah melakukan eksperimen pada anak – anak yang
juga berkenaan dengan peniruan. Hasil eksperimen mereka mendapati, bahwa
peniruan dapat berlaku hanya melalui pengamatan
terhadap perilaku model (orang yang ditiru) meskipun pengamatan itu tidak
dilakukan terus menerus. Proses belajar semacam ini disebut
“observationallearning” atau pembelajaran melalui pengamatan. Bandura (1971),
kemudian menyarankan agar teori pembelajaran sosial diperbaiki memandang teori
pembelajaran sosial yang sebelumnya hanya mementingkan perilaku tanpa
mempertimbangan aspek mental seseorang.
Menurut Bandura, perlakuan seseorang
adalah hasil interaksi faktor dalam diri(kognitif) dan lingkungan. pandangan
ini menjelaskan, beliau telah mengemukakan teori pembelajaran peniruan, dalam
teori ini beliau telah menjalankan kajian bersama Walter (1963) terhadap
perlakuan anak-anak apabila mereka menonton orang dewasa memukul, mengetuk
dengan palu besi dan menumbuk sambil menjerit-jerit dalam video. Setelah
menonton video anak-anak ini diarah bermain di kamar permainan dan terdapat
patung seperti yang ditayangkan dalam video. Setelah anak-anak tersebut melihat
patung tersebut,mereka meniru aksi-aksi yang dilakukan oleh orang yang mereka
tonton dalam video.
Berdasarkan teori ini terdapat beberapa
cara peniruan yaitu meniru secara langsung. Contohnya guru membuat demostrasi
cara membuat kapal terbang kertas dan pelajar
meniru secara langsung. Seterusnya proses peniruan melalui contoh
tingkah laku. Contohnya anak-anak meniru tingkah laku bersorak dilapangan, jadi
tingkah laku bersorak merupakan contoh perilaku di lapangan. Keadaan sebaliknya
jika anak-anak bersorak di dalam kelas sewaktu guru mengajar,semestinya guru
akan memarahi dan memberi tahu tingkahlaku yang dilakukan tidak dibenarkan
dalam keadaan tersebut, jadi tingkah laku tersebut menjadi contoh perilaku
dalam situasi tersebut. Proses peniruan yang seterusnya ialah elisitasi.
Proses ini timbul apabila seseorang melihat perubahan pada orang lain.
Contohnya seorang anak-anak melihat temannya melukis bunga dan timbul keinginan
dalam diri anak-anak tersebut untuk melukis bunga. Oleh karena itu, peniruan
berlaku apabila anak-anak tersebut melihat temannya melukis bunga.
Perkembangan kognitif anak-anak menurut
pandangan pemikir islam yang terkenal pada abad ke-14 yaitu Ibnu Khaldun
perkembangan anak-anak hendaklah diarahkan dari perkara yang mudah kepada
perkara yang lebih susah yaitu mengikut peringkat-peringkat dan anak-anak
hendaklah diberikan dengan contoh-contoh yang konkrit yang boleh difahami
melalui pancaindera. Menrut Ibnu Khaldun, anak-anak hendaklah diajar atau
dibentuk dengan lemah lembut dan bukannya dengan kekerasan. Selain itu, beliau
juga mengatakan bahwa anak-anak tidak boleh dibebankan dengan perkara-perkara
yang di luar kemampuan mereka. Hal ini akan menyebabkan anak-anak tidak mau
belajar dan memahami pengajaran yang disampaikan.
·
Unsur Utama
dalam Peniruan (Proses Modeling/Permodelan)
Menurut teori belajar social,
perbuatan melihat saja menggunakan gambaran kognitif dari tindakan, secara
rinci dasar kognitif dalam proses belajar dapat diringkas dalam 4 tahap , yaitu
: perhatian / atensi, mengingat / retensi, reproduksi gerak , dan motivasi.
1) Perhatian (’Attention’)
Subjek harus
memperhatikan tingkah laku model untuk dapat mempelajarinya. Subjek memberi
perhatian tertuju kepada nilai, harga diri, sikap, dan lain-lain yang dimiliki.
Contohnya, seorang pemain musik yang tidak percaya diri mungkin meniru tingkah
laku pemain music terkenal sehingga tidak menunjukkan gayanya sendiri. Bandura
& Walters(1963) dalam buku mereka “Sosial Learning & Personality
Development”menekankan bahwa hanya dengan memperhatikan orang lain pembelajaran
dapat dipelajari.
2)
Mengingat
(’Retention’)
Subjek
yang memperhatikan harus merekam peristiwa itu dalam sistem ingatannya. Ini
membolehkan subjek melakukan peristiwa itu kelak bila diperlukan atau diingini.
Kemampuan untuk menyimpan informasi juga merupakan bagian penting dari
proses belajar.
3) Reproduksi gerak (’Reproduction’)
Setelah mengetahui atau
mempelajari sesuatu tingkahlaku, subjek juga dapat menunjukkan kemampuannya
atau menghasilkan apa yang disimpan dalam bentuk tingkah laku. Contohnya,
mengendarai mobil, bermain tenis. Jadi setelah
subyek memperhatikan model dan menyimpan informasi, sekarang saatnya untuk
benar-benar melakukan perilaku yang diamatinya. Praktek lebih lanjut dari
perilaku yang dipelajari mengarah pada kemajuan perbaikan dan keterampilan.
4)
Motivasi
Motivasi
juga penting dalam pemodelan Albert Bandura karena ia adalah penggerak individu
untuk terus melakukan sesuatu. Jadi subyek harus termotivasi untuk
meniru perilaku yang telah dimodelkan.
·
Ciri – ciri
teori Pemodelan Bandura
1. Unsur
pembelajaran utama ialah pemerhatian dan peniruan
2. Tingkah laku
model boleh dipelajari melalui bahasa, teladan, nilai dan lain – lain
3. Pelajar
meniru suatu kemampuan dari kecakapan yang didemonstrasikan guru sebagai model
4. Pelajar
memperoleh kemampuan jika memperoleh kepuasan dan penguatan yang positif
5. Proses
pembelajaran meliputi perhatian, mengingat, peniruan, dengan tingkah laku atau
timbal balik yang sesuai, diakhiri dengan penguatan yang positif
·
Eksperimen
Albert Bandura
Eksperimen
yang sangat terkenal adalah eksperimen Bobo Doll yang menunjukkan anak – anak
meniru seperti perilaku agresif dari orang dewasa disekitarnya.
Albert
Bandura seorang tokoh teori belajar social ini menyatakan bahwa proses
pembelajaran dapat dilaksanakan dengan lebih berkesan dengan menggunakan
pendekatan “permodelan “. Beliau menjelaskan lagi bahwa aspek perhatian pelajar
terhadap apa yang disampaikan atau dilakukan oleh guru dan aspek peniruan oleh
pelajar akan dapat memberikan kesan yang optimum kepada pemahaman pelajar.
Eksperimen Pemodelan Bandura :
Kelompok A = Disuruh memperhatikan
sekumpulan orang dewasa memukul, menumbuk, menendang, dan menjerit kearah
patung besar Bobo.
Hasil = Meniru apa yang dilakukan
orng dewasa malahan lebih agresif
Kelompok B = Disuruh memperhatikan
sekumpulan orang dewasa bermesra dengan patung besar Bobo
Hasil = Tidak menunjukkan tingkah
laku yang agresif seperti kelompok A
Rumusan :
Tingkah laku anak – anak dipelajari
melalui peniruan / permodelan adalah hasil dari penguatan.
Hasil Keseluruhan Eksperimen :
Kelompok A menunjukkan tingkah laku
yang lebih agresif dari orang dewasa. Kelompok B tidak menunjukkan tingkah laku
yang agresif
·
Jenis –
jenis Peniruan (modelling)
Jenis – jenis Peniruan (modeling):
1. Peniruan
Langsung
Pembelajaran
langsung dikembangkan berdasarkan teori pembelajaran social Albert Bandura.
Ciri khas pembelajaran ini adalah adanya modeling , yaitu suatu fase dimana
seseorang memodelkan atau mencontohkan sesuatu melalui demonstrasi bagaimana
suatu ketrampilan itu dilakukan.
Meniru tingkah laku yang ditunjukkan
oleh model melalui proses perhatian. Contoh : Meniru gaya penyanyi yang
disukai.
2. Peniruan Tak
Langsung
Peniruan Tak
Langsung adalah melalui imaginasi atau perhatian secara tidak langsung. Contoh
: Meniru watak yang dibaca dalam buku, memperhatikan seorang guru mengajarkan
rekannya.
3. Peniruan
Gabungan
Peniruan
jenis ini adalah dengan cara menggabungkan tingkah laku yang berlainan yaitu
peniruan langsung dan tidak langsung. Contoh : Pelajar meniru gaya gurunya
melukis dan cara mewarnai daripada buku yang dibacanya.
4. Peniruan
Sesaat / seketika.
Tingkah laku yang ditiru hanya
sesuai untuk situasi tertentu saja.
Contoh : Meniru Gaya Pakaian di TV,
tetapi tidak boleh dipakai di sekolah.
5. Peniruan
Berkelanjutan
Tingkah laku
yang ditiru boleh ditonjolkan dalam situasi apapun.
Contoh : Pelajar meniru gaya bahasa
gurunya.
Hal lain yang harus diperhatikan
bahwa faktor model atau teladan mempunyai prinsip – prinsip sebagai berikut :
1. Tingkat
tertinggi belajar dari pengamatan diperoleh dengan cara mengorganisasikan sejak
awal dan mengulangi perilaku secara simbolik kemudian melakukannya. Proses
mengingat akan lebih baik dengan cara perilaku yang ditiru dituangkan dalam
kata – kata, tanda atau gambar daripada hanya melihat saja. Sebagai contoh :
Belajar gerakan tari dari pelatih memerlukan pengamatan dari berbagai sudut
yang dibantu cermin dan seterusnya ditiru oleh para pelajar pada masa yang
sama, kemudian proses meniru akan efisien jika gerakan tari tadi juga didukung
dengan penayangan video, gambar, atau kaedah yang ditulis dalam buku panduan.
2. Individu
lebih menyukai perilaku yang ditiru jika sesuai dengan nilai yang dimilikinya.
3. Individu
akan menyukai perilaku yang ditiru jika model tersebut disukai dan dihargai
serta perilakunya mempunyai nilai yang bermanfaat.
Teori
belajar social dari Bandura ini merupakan gabungan antara teori belajar
behavioristik dengan penguatan dan psikologi kognitif, dengan prinsip
modifikasi tingkah laku. Proses belajar masih berpusat pada penguatan, hanya
terjadi secara langsung dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Sebagai contoh
: Penerapan teori belajar social dalam iklan sabun ditelevisi. Iklan selalu
menampilkan bintang – bintang yang popular dan disukai masyarakat, hal ini
untuk mendorong konsumen agar membeli sabun supaya mempunyai kulit seperti para
“bintang “.
Motivasi
banyak ditentukan oleh kesesuaian antara karakteristik pribadi pengamat dengan
karakteristik modelnya. Ciri – cirri model seperti usia, status social, seks,
keramahan, dan kemampuan, penting dalam menentukan tingkat imitasi. Anak – anak
lebih senang meniru model seusianya daripada model dewasa. Anak – anak juga
cenderung meniru model yang sama prestasinya dalam jangkauannya. Anak – anak
yang sangat dependen cenderung imitasi model yang dependennya lebih ringan.
Imitasi juga dipengaruhi oleh interaksi antara ciri model dengan observernya.
2.4 Kelemahan dan Kelebihan Teori Belajar Sosial
Teori belajar sosial yang
dikemukan Bandura sangat sesuai jika diklasifikasikan dalam teori
behavioristik. Hal ini karena teknik pemodelan tersebut berupa peniruan tingkah
laku dan adakalanya cara peniruan tersebut memerlukan pengulangan dalam
mendalami sesuatu yang ditiru. Selain itu, jika manusia belajar atau membentuk
tingkah lakunya dengan hanya melalui peniruan (modeling), sudah pasti terdapat
sebagian individu yang menggunakan teknik peniruan ini juga meniru tingkah laku
yang negatif, termasuk tingkah laku yang tidak diterima di masyarakat.
Namun demikian, teori belajar sosial
yang dikemukakan Bandura lebih lengkap dibandingkan teori belajar sebelumnya
karena menekankan pada lingkungan dan perilaku seseorang yang dihubungkan
melalui system kognitif orang tersebut. Bandura memandang tingkah laku manusia
bukan semata– mata refleksi atas stimulus ( S-R bond), melainkan
juga akibat reaksi yang timbul akibat interaksi antara lingkungan dengan
kognitif manusia itu sendiri. Pendekatan teori belajar sosial juga lebih
ditekankan pada perlunya pembiasan merespon (conditioning) dan peniruan
(imitation). Selain itu pendekatan belajar sosial juga menekankan
pentingnya penelitian empiris dalam mempelajari perkembangan anak–anak.
Penelitian ini berfokus pada proses yang menjelaskan perkembangan anak–anak,
faktor sosial dan kognitif.
2.5 Implikasi dan Aplikasi Teori
Belajar Sosial
·
Implikasi Teori Belajar
Sosial
Menurut pandangan pemikir
islam yang terkenal pada abad ke-14 yaitu Ibnu Khaldun bahwa perkembangan
anak-anak hendaklah diarahkan dari perkara yang mudah kepada perkara yang lebih
sulit mengikuti peringkat-peringkat dan anak-anak hendaklah diberikan dengan
contoh-contoh yang konkrit yang dapat difahami melalui pancaindera. Menurut
Ibnu Khaldun, anak-anak hendaklah diajari dengan lemah lembut dan bukannya
dengan kekerasan. Selain itu, beliau juga mengatakan bahwa anak-anak tidak
boleh dibebani dengan perkara-perkara yang di luar kemampuan mereka, karena hal
tersebut akan menyebabkan anak-anak tidak mau belajar dan memahami pengajaran
yangdisampaikan.
Prosedur belajar dalam
mengembangkan perilaku sosial dan moral pada dasarnya sama dengan prosedur
belajar dalam mengembangkan perilaku-perilaku lainnya, yakni dengan hadiah (reward)
dan hukuman (punishment). Dasar pemikirannya, sekali seorang peserta
didik mempelajari perbedaan antara perilaku-perilaku yang menghasilkan hadiah (reward)
dengan perilaku-perilaku yang mengakibatkan hukuman (punishment),
sehingga dia bisa memutuskan sendiri perilaku mana yang akan dia perbuat.
Komentar orang tua/guru: ketika menghadiahi/menghukum peserta didik merupakan
faktor yang penting untuk proses penghayatan peserta didik tersebut terhadap
moral baku (patokan-patokan moral). Orang tua dan guru diharapkan memberi
penjelasan agar peserta didik tersebut benar-benar paham mengenai jenis
perilaku mana yang menghasilkan ganjaran dan jenis perilaku mana yang
menimbulkan sangsi. Reaksi-reaksi seorang peserta didik terhadap stimulus yang
ia pelajari adalah hasil dari adanya pembiasaan merespons sesuai dengan
kebutuhan. Melalui proses pembiasaan merespons (conditioning) ini, akan
timbul pemahaman bahwa ia dapat menghindari hukuman dengan memohon maaf yang
sebaik-baiknya agar kelak terhindar dari hukuman.
Di sisi lain, orang tua dan guru diharapkan memainkan peran penting sebagai seorang model/tokoh yang dijadikan contoh berperilaku sosial dan moral bagi peserta didik. Misalnya, seorang peserta didik mengamati model gurunya sendiri yang sedang melakukan sebuah perilaku sosial, seperti menerima tamu, lalu perbuatan menjawab salam, berjabat tangan, beramah-tamah, dan seterusnya yang dilakukan model itu diserap oleh memori peserta didik tersebut. Diharapkan, cepat/lambat peserta didik tersebut mampu meniru sebaik-baiknya perbuatan sosial yang dicontohkan oleh model itu. Kualitas kemampuan peserta didik dalam melakukan perilaku sosial hasil pengamatan terhadap model tersebut, antara lain bergantung pada ketajaman persepsinya mengenai ganjaran dan hukuman yang berkaitan dengan benar dan salahnya perilaku yang ia tiru dari model tadi. Selain itu, tingkat kualitas peniruan tersebut juga bergantung pada persepsi peserta didik yaitu siapa yang menjadi model. Semakin piawai dan berwibawa seorang model, semakin tinggi pula kualitas peniruan perilaku sosial dan moral peserta didik tersebut. Jadi dalam belajar sosial, anak belajar karena contoh lingkungan. Interaksi antara anak dengan lingkungan akan menimbulkan pengalaman baru bagi anak-anak. Sebagai contoh keagresifan anak mungkin saja disebabkan oleh tayangan kekerasan dalam film-film laga di Televisi. Cara memakai baju dari para siswa yang ketat, tidak rapi, gaya bicara yang prokem mungkin juga akibat nonton tayangan sinetron di televisi. Anak-anak yang konsumerisme/suka jajan mungkin juga pengaruh lingkungan yang memberikan contoh konsumerisme. Bagaimanapun, orang tua dan guru harus dapat memberikan contoh dan panutan bagi anak-anak dalam menghadapi berbagai interaksi sosial dan moral di masyarakat.
Di sisi lain, orang tua dan guru diharapkan memainkan peran penting sebagai seorang model/tokoh yang dijadikan contoh berperilaku sosial dan moral bagi peserta didik. Misalnya, seorang peserta didik mengamati model gurunya sendiri yang sedang melakukan sebuah perilaku sosial, seperti menerima tamu, lalu perbuatan menjawab salam, berjabat tangan, beramah-tamah, dan seterusnya yang dilakukan model itu diserap oleh memori peserta didik tersebut. Diharapkan, cepat/lambat peserta didik tersebut mampu meniru sebaik-baiknya perbuatan sosial yang dicontohkan oleh model itu. Kualitas kemampuan peserta didik dalam melakukan perilaku sosial hasil pengamatan terhadap model tersebut, antara lain bergantung pada ketajaman persepsinya mengenai ganjaran dan hukuman yang berkaitan dengan benar dan salahnya perilaku yang ia tiru dari model tadi. Selain itu, tingkat kualitas peniruan tersebut juga bergantung pada persepsi peserta didik yaitu siapa yang menjadi model. Semakin piawai dan berwibawa seorang model, semakin tinggi pula kualitas peniruan perilaku sosial dan moral peserta didik tersebut. Jadi dalam belajar sosial, anak belajar karena contoh lingkungan. Interaksi antara anak dengan lingkungan akan menimbulkan pengalaman baru bagi anak-anak. Sebagai contoh keagresifan anak mungkin saja disebabkan oleh tayangan kekerasan dalam film-film laga di Televisi. Cara memakai baju dari para siswa yang ketat, tidak rapi, gaya bicara yang prokem mungkin juga akibat nonton tayangan sinetron di televisi. Anak-anak yang konsumerisme/suka jajan mungkin juga pengaruh lingkungan yang memberikan contoh konsumerisme. Bagaimanapun, orang tua dan guru harus dapat memberikan contoh dan panutan bagi anak-anak dalam menghadapi berbagai interaksi sosial dan moral di masyarakat.
·
Aplikasi
Teori
Bandura mengusulkan tiga macam pendekatan, yakni :
1. Latihan Penguasaan (desensitisasi modeling): mengajari klien menguasai tingkahlaku yang sebelumnya tidak bisa dilakukan (misalnya karena takut). Tritmen konseling dimulai dengan membantu klien mencapai relaksasi yang mendalam. Kemudian konselor meminta klien membayangkan hal yang menakutkannya secara bertahap. Misalnya, ular, dibayangkan melihat ular mainan di etalase toko. Kalau klien dapat membayangkan kejadian itu tanpa rasa takut, mereka diminta membayangkan bermain-main dengan ular mainan, kemudian melihat ular dikandang kebun binatang, kemudian menyentuh ular, sampai akhirnya menggendong ular. Ini adalah model desensitisasi sistemik yang pada paradigma behaviorrisme dilakukan dengan memanfaatkan variasi penguatan. Bandura memakai desesitisasi sistematik itu dalam fikiran (karena itu teknik ini terkadang disebut; modeling kognitif) tanpa memakai penguatan yang nyata.
2. Modeling terbuka (modeling partisipan): Klien melihat model nyata, biasanya diikuti dengan klien berpartisipasi dalam kegiatan model, dibantu oleh modelnya meniru tingkahlaku yang dikehendaki, sampai akhirnya mampu melakukan sendiri tanpa bantuan.
3. Modeling Simbolik; Klien melihat model dalam film, atau gambar/cerita. Kepuasan vikarious (melihat model mendapat penguatan) mendorong klien untuk mencoba/meniru tingkahlaku modelnya.
Bandura mengusulkan tiga macam pendekatan, yakni :
1. Latihan Penguasaan (desensitisasi modeling): mengajari klien menguasai tingkahlaku yang sebelumnya tidak bisa dilakukan (misalnya karena takut). Tritmen konseling dimulai dengan membantu klien mencapai relaksasi yang mendalam. Kemudian konselor meminta klien membayangkan hal yang menakutkannya secara bertahap. Misalnya, ular, dibayangkan melihat ular mainan di etalase toko. Kalau klien dapat membayangkan kejadian itu tanpa rasa takut, mereka diminta membayangkan bermain-main dengan ular mainan, kemudian melihat ular dikandang kebun binatang, kemudian menyentuh ular, sampai akhirnya menggendong ular. Ini adalah model desensitisasi sistemik yang pada paradigma behaviorrisme dilakukan dengan memanfaatkan variasi penguatan. Bandura memakai desesitisasi sistematik itu dalam fikiran (karena itu teknik ini terkadang disebut; modeling kognitif) tanpa memakai penguatan yang nyata.
2. Modeling terbuka (modeling partisipan): Klien melihat model nyata, biasanya diikuti dengan klien berpartisipasi dalam kegiatan model, dibantu oleh modelnya meniru tingkahlaku yang dikehendaki, sampai akhirnya mampu melakukan sendiri tanpa bantuan.
3. Modeling Simbolik; Klien melihat model dalam film, atau gambar/cerita. Kepuasan vikarious (melihat model mendapat penguatan) mendorong klien untuk mencoba/meniru tingkahlaku modelnya.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Teori
belajar sosial dikenalkan oleh Albert Bandura, yang mana konsep dari teori ini
menekankan pada komponen kognitif dari pikiran, pemahaman dan evaluasi. Menurut
Bandura, orang belajar melalui pengalaman langsung atau pengamatan (mencontoh
model). Orang belajar dari apa yang ia baca, dengar, dan lihat di media, dan
juga dari orang lain dan lingkungannya.
Albert Bandura mengemukakan bahwa seorang
individu belajar banyak tentang perilaku melalui peniruan/modeling, bahkan
tanpa adanya penguat (reinforcement) sekalipun yang diterimanya. Proses belajar
semacam ini disebut “observational learning” atau pembelajaran melalui
pengamatan. Albert Bandura (1971), mengemukakan bahwa teori pembelajaran sosial
membahas tentang (1) Bagaimana perilaku kita dipengaruhi oleh lingkungan
melalui penguat (reinforcement) dan observational learning, (2) Cara pandang
dan cara pikir yang kita miliki terhadap informasi, (3) Begitu pula sebaliknya,
bagaimana perilaku kita mempengaruhi lingkungan kita dan menciptakan penguat
(reinforcement) dan observational opportunity.
Teori belajar sosial menekankan observational
learning sebagai proses pembelajaran, yang mana bentuk pembelajarannya adalah
seseorang mempelajari perilaku dengan mengamati secara sistematis imbalan dan
hukuman yang diberikan kepada orang lain.
Dalam observational learning terdapat empat
tahap belajar dari proses pengamatan atau modeling Proses yang terjadi dalam
observational learning tersebut antara lain :
1.
Atensi, dalam tahapan ini
seseorang harus memberikan perhatian terhadap model dengan cermat.
2.
Retensi, tahapan ini adalah
tahapan mengingat kembali perilaku yang ditampilkan oleh model yang diamati
maka seseorang perlu memiliki ingatan yang bagus terhadap perilaku model.
3.
Reproduksi, dalam tahapan
ini seseorang yang telah memberikan perhatian untuk mengamati dengan cermat dan
mengingat kembali perilaku yang telah ditampilkan oleh modelnya maka berikutnya
adalah mencoba menirukan atau mempraktekkan perilaku yang dilakukan oleh model.
4.
Motivasional, tahapan
berikutnya adalah seseorang harus memiliki motivasi untuk belajar dari model.
3.2 Saran
Teori pembelajaran sosial yang dikemukakan
oleh Albert Bandura merupakan teori pembeljaran yang cukup berkembang. Teori
ini merupakan penyembpurnaan dari teori Behavioristik yang ada sebelumnya.
Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peranan penting.
Artinya bahwa keyakinan dan kemampuan diri harus ditingkatkan untuk menghadapi
dan memecahkan masalah dengan efektif. Individu dengan efikisa diri tinggi akan
memiliki komiymen yang kuat dalam memecahkan masalahnya dan tidak akan menyerah
ketika menemukan bahwa strategi yang sedang digunakan tidak berhasil. Olehnya
itu, elefasi diri sangat penting.
DAFTAR PUSTAKA
http://mabjip.blogspot.com/2009/10/teori-pembelajaran-sosial-bandura.html
http://lenterakecil.com/teori-belajar-sosial-menurut-bandura/
http://mutmainnahlatief.wordpress.com/2012/01/17/teori-belajar-sosial/
Komentar
Posting Komentar